Indef (Institute For Development of Economics and Finance) memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan stagnan di level sekitar 5%. Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengungkapkan bahwa mereka telah memperhitungkan lima indikator utama ekonomi Indonesia, selain pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Indef juga memperkirakan inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat pengangguran terbuka, dan tingkat kemiskinan pada tahun depan.
Menurut Esther, proyeksi mereka untuk 2025 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 5%, inflasi sekitar 2,8%, nilai tukar rupiah sekitar Rp16.100 per dolar AS, tingkat pengangguran terbuka sekitar 4,75%, dan tingkat kemiskinan sekitar 8,8%. Semua proyeksi ini dihitung berdasarkan evaluasi kinerja ekonomi selama 2024. Esther juga mengingatkan bahwa daya beli masyarakat sudah mengalami penurunan.
Sebagai contoh, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sejak Kuartal IV/2023 hingga Kuartal III/2024, konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara umum. Selain itu, data Indef juga menunjukkan adanya penurunan harga di pasar antara Juli dan Agustus, meskipun harga mulai naik lagi pada September. Menurut Esther, ini menandakan adanya penurunan daya beli pada Juli hingga Agustus, meski sedikit membaik pada bulan September.
Karena itu, Esther menekankan pentingnya stimulus ekonomi, khususnya untuk sektor industri, guna mengatasi penurunan daya beli. Indef juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga agar bisa memberikan dorongan pada sektor riil. “Data menunjukkan bahwa setelah pandemi COVID-19, selain daya beli yang menurun, kredit bank juga mengalami penurunan,” jelasnya.
Di sisi lain, Indef juga menyoroti aspek fiskal. Menurut Esther, beban fiskal semakin berat tiap tahunnya, terutama karena utang pemerintah yang terus meningkat. Salah satu faktor yang paling membebani fiskal adalah subsidi energi, yang menurut Indef perlu diperbaiki. “Subsidi energi saat ini tidak tepat sasaran, ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Oleh karena itu, reformasi subsidi energi perlu segera dilakukan untuk lebih tepat sasaran,” tambahnya.